Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pameran Sejarah oleh KPSKP di Pameran Manekawarna 2022

 


PENGASIH. Pameran Manekawarna 2022 sukses digelar pada 11-12 November 2022 di Taman Budaya Kulon Progo(TBKP). Komunitas Penggiat Sejarah Kulon Progo (KPSKP) diberikan tempat untuk menghelat “Pameran Sejarah”. 

Terdapat Beberapa material pameran yang disuguhkan oleh KPSKP seperti surat kabar kolonial tentang Kulon Progo, duplikasi arsip-arsip, peta, buku referensi, majalah terbitan lama, benda warisan budaya, serta teks narasi periode Penjajahan Jepang hingga Revolusi Kemerdekaan RI di Kulon Progo.

Pameran Manekawarna 2022 dilaksanakan selama 2 hari di Pelataran TBKP. Sedikitnya terdapat 30 stan yang turut serta memeriahkan acara yang juga dimeriahkan pentas seni tradisi dan juga beberapa grup musik. Terdapat beberapa forum, komunitas, perguruan tinggi, lembaga budaya, rintisan kalurahan budaya, kelompok, masyarakat adat, dan kelompok-kelompok lain yang ada dalam ruang lingkup kesenian, tradisi, sastra, warisan budaya, termasuk sejarah.


“Pameran Sejarah” oleh KPSKP menampilkan beberapa pengetahuan baru dari pameran sejarah sebelumnya yang dilaksanakan di FKY KP 2022. Ada hal menarik yang ditemukan tim kuratorial dalam pameran ini, yakni pengetahuan tentang Jalan Kawijo dan lintasan sejarah di sekitarnya. 

Seperti yang diketahui tempat pelaksanaan acara Pameran Manekawarna dihelat di TBKP yang notabene berada di Jalan Kawijo. Dalam narasi pamernya ditunjukan bahwa tidak lebih dari 200 meter dari tempat berlangsungnya acara pernah beridiri industri besar. Industri besar tersebut bernama “Cocos-Vezel Industrie” atau industri diber serabut kelapa.Industri tersebut mengolah barang mentah hingga barang jadi seperti contohnya ialah tali tampar serta produk-produk berbahan dasar serabut kelapa lainnya. 

De Koerir, 19 April 1935

Selain dihimpun dari beberapa surat kabar kolonial, informasi tentang “Pabrik Tampar” yang pada periode Jepang sempat menjadi pabrik rokok juga didapatkan dari wawancara sejarah lisan. Wawancara ini berguna untuk mengonfirmasi fakta-fakta yang didapatkan dari sumber tertulis. Sayangnya industri ini harus berhenti beroperasi seiring dengan gejolak ekonomi dan politik menjelang Perang Dunia II. Disebutkan oleh Wiyono Noto Wardoyo, narasumber, bahwa ada kenangan pada masa Kles di jalan yang saat ini benama Kawijo. Pohon asem yang sebelumnya berfungsi sebagai perindang untuk menuju ke kantor Distrik Pengasih (pra-1935 kantor Kabupaten Kulon Progo) kemudian ditebang melintang ke arah jalan. Tujuannya ialah untuk menghalangi laju gerak tentara Belanda keika hendak melintas.

Tidak cukup hanya itu narasi pameran juga menampilkan beberapa hasil riset sementara penggiat komunitas yang dilakukan dalam rangka pelatihan penulisan sejarah oleh Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universtas Gadjah Mada bekerja sama dengan KPSKP.

Terdapat 5 penggalan  artikel yang disajikan dalam riset yang bertemakan “Penjajahan Jepang hingga Revolusi Kemerdekaan RI di Kulon Progo ini”. Artikel pertama membahas tentang pendidikan di Kabupaten Adikarto oleh Yuni Setya Ningrum. Yuni mencuplikan cerita tentang bagaimana terdapat diversitas libur sekolah yang dibagi menjadi libur umum, libur hari besar Jepang, libur hari besar Indonesia, dan libur khusus untuk wilayah Koci Yogyakarta. 

Artikel selanjutnya, dari Farit Nur Hidayat yang menceritakan tentang periode Penjajahan Jepang di Hargotirto. Dalam artikel tersebut menerangkan bahwa terdapat mobilitas sosial simbolik bagi romusha yang ‘berhasil’ kembali dari medan kerjanya. Senada dengan artikel sebelumnya, artikel Triana Nurshoimah juga mempaparkan tentang penjajahan Jepang di Plumbon. Masyarakat Plumbon ketika itu digambarkan memiliki keadaan ekonomi yang sangat minimal, termasuk urusan hasil panen yang bahkan harus diserahkan kepada bedan jika didapati mencapai kelebihan tertentu.

Masih di periode yang sama, Arif Akbar Pradana juga menampilkan penggalan artikelnya yang membahas instalasi pertahanan Jepang di Kulon Progo bagian selatan. Dalam artikel ini menyebutkan bahwa daerah yang saat itu masih bernama Adikarto berdiri markas, lubang, tangsi milik tentara Pembela Tanah Air (PETA) di beberapa titik. Terakhir, ditampilkan pula oleh Muhammad Khlimi Shofi cerita tentang pembangunan ulang Jembatan Mbeling akibat taktik dekonstruksi instalasi oleh gerilyawan pada masa Agresi Militer Belanda II. Itu lah beberapa penggalan artikel yang sedianya akan dirampungkan dan diterbitkan pada akhir tahun ini sebagai produk kelimuan dari komunitas.


Dengan selesainya ‘Pameran Sejarah’ oleh KPSKP dalam Pameran Manekawarna sedikitnya mampu menambah wawasan bagi masyarakat tentang sejarah di Kulon Progo. Karena sejarah bukan tentang yang jauh, sejarah juga bukan melulu tentang yang besar, tetapi ialah tentang yang mampu memberi kesan tentang kehidupan.



Penulis: Arif Akbar Pradana

Posting Komentar untuk "Pameran Sejarah oleh KPSKP di Pameran Manekawarna 2022"